Aku masih
memandangnya, sama seperti sebelum-sebelumnya. Tidak pernah memalingkan
pandanganku darinya. Sebulan berlalu dari kejadian saat itu. Dan kita masih
sama, selalu bersama. Aku tidak tau, dan tidak pernah ingin tau. Satu
keyakinanku, ini bukan sekedar rasa sayang. Aku nyaman berada disampingnya, aku
bahagia didekatnya. Aku selalu berharap, dia bisikkan kata cinta. Dia yang
selalu ada, disaat aku menangis, mengusap air mataku. Tatapannya yang begitu
dalam, menusuk dan membuat ku layu. Pelukan eratnya membuatku sesak. Tapi
itulah alasan mengapa aku menginginkan lebih dari ini. Aku tau, ini hanya
pelarian. Yang akan membuatku tercekik di akhir cerita. Perasaan ini yang
mengikatku. Ku coba hapuskan rasa, tapi justru itu yang smakin membuat ku
semakin lemah. Lemah untuk menjauh darinya. Terbelenggu satu ucapan janjinya,
rasa sayang. Mungkin aku yang salah mengartikannya. Aku tidak perduli. Selagi
dia masih mau berada di sampingku, apapun akan ku terima. Tuhan, sadarkan dia.
Bukakan matanya, sentuh hatinya. Ada aku yang selalu ada di sampingnya. Tuhan,
bantu dia melupakan masalalunya. Masalalu kedua sahabatku. Malam ini. Duduk
berdua, ditemani temaram lilin kecil. Dia menatapku, berbeda dari
sebelum-sebelumnya. Tatapan dinginnya. Aku tau dia ingin mengatakan sesuatu.
Ya, memang benar. Dia mengatakan sesuatu.
“Kamu bukan dia. Aku sayang kamu.”.
Dia memelukku erat.
Sangat erat. Dia masih belum bisa melupakannya. Tapi tidakkah dia tau perasaan
ku kepadanya? Air mataku menetes. Seharusnya aku yang dia cintai, bukan sekedar
sayang. Sesak. Sakit. Rasa bersalah, menyatu menjadi satu. Aku hanya ingin,
lebih dari sekedar ini. Yang aku ingin adalah, KITA.
0 komentar:
Posting Komentar