Aku sudah bersiap untuk bertemu mereka. Aku harus lebih cantik
daripada wanita itu. Apalagi dihadapan Rangga. Aku tau dia sangat menyukai
wanita yang menggunakan dress pendek berwarna hitam. Tentu saja, ku kenakan
dress kesayangan ku ini. Antara gugup dan percaya diri menjadi satu, membuat ku
semakin keringat dingin. Aku tidak mau tampil lebih buruk dari “nya”. Aku belum
tau siapa wanita yang ingin Rangga kenalkan padaku. Yang pasti aku yakin, aku
lebih baik dari wanita itu. Aku hanya ingin Rangga menyadari, aku disini tidak
hanya ingin menjadi sahabatnya. Aku ingin menjadi lebih dari itu.
Maklum, aku masih duduk di bangku SMA
kelas XI. Jadi aku
harus pamit dengan kakak ku yang paling menyebalkan se dunia – Banyu Widian
Alexandria –. Kadang dia tidak mengizinkan aku main. Hei,
padahal aku sudah bukan anak kecil lagi. “Itu karena
kakak sayang sama kamu, Jave!”, sampai bosan aku mendengar
kata-kata itu. Dan kalau aku membantah, jadi panjang ceramah kakak ku itu, blaa…blaa…blaa…
“Kak Banyu
ganteng, aku mau ketemu Rangga nih, boleh ya?”, terpaksa
merayu!
Dia bengong dan menatap ku dari atas
sampai bawah, dan mengatakan,
“Cuma ketemu
Rangga doang kamu dandan segitunya?
Emangnya mau ketemu dimana? Dengerin kakak ya,
Rangga itu
nggak bakal
tertarik sama kamu, mau kamu dandan kayak apa!”
“Ya biarin!
Aku Cuma nggak mau aja keliatan lebih
buruk dari pacarnya.”, aku coba menjelaskan.
“Heh? Kamu
mau dikenalin sama pacar barunya Rangga?”, dia
kelihatan kaget.
“Iya,
kenapa?”, tanya ku
singkat.
“Nggak kenapa-kenapa sih. Yaudah sana, jangan pulang malem-malem!
Tapi kamu yakin, Dek, mau ketemu sama pacarnya
Rangga? Bukannya kamu
selama ini ngejar-ngejar dia terus. Kamu
nyerah? Yaah, masa’ adeknya Banyu
putus asa sih?”, tumben
dia care sama aku.
“Kepaksa
tau! Kalau Rangga nggak minta, aku
mana mau ketemu apalagi kenal sama pacar barunya.”,
jarang-jarang aku mau curhat seperti ini.
“Perlu kakak
temenin?”, dia sok
nawarin gitu deh!
“Eh? Enggak, enggak! Nggak usah. Aku udah gede, Kak! Lagi pula aku dijemput sama
Rangga kok!”, gerutu ku.
“Yaudah,
asal kamu pulang nggak nangis aja.”.
Walaupun kakak ku ini menyebalkan dan
paling bawel dunia akhirat, aku tau dia peduli dan dia sayang sama aku, seperti
aku sayang sama dia. Dia hanya nggak
mau aku kenapa-kenapa. Thanks Brother.
Suara klakson mobil Rangga terdengar dari
dalam rumah. Aku segera bergegas meninggalkan kakak ku yang sedang asyik nonton
tv itu.
0 komentar:
Posting Komentar